Rabu, 01 Juni 2011

REALISASI ANGGARAN PENDIDIKAN BELUM MAKSIMAL


Pendidikan sebagai salah satu pilar bangsa sudah lama tertinggal atau kurang diprioritaskan oleh pemerintah sebelumnya. Anggaran pendidikan selalu sangat kecil, kesejahteraan guru kurang diperhatikan (selain hanya dihibur sebagai pahlawan tanpa tanda jasa), dan gedung sekolah rusak dimana-mana. Untunglah masih muncul kesadaran di sebagian kalangan untuk menegaskan pentingnya pendidikan tidak hanya sebatas retorika.
Mahkamah Konstitusi mengamanatkan kepada pemerintah tentang anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN yang ada. Akan tetapi di dalam perhitungan baru sekitar 15,6% yang telah dicapai. Angka 15,6% tersebut didasarkan atas nilai perbandingan (dalam persen) antara alokasi anggaran pada fungsi pendidikan di dalam anggaran belanja negara. Mahkamah Konstitusi memberikan amanat tersebut karena ingin mewujudkan tujuan Negara Republik Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan cara memberikan anggaran pendidikan. Demi terlaksananya tujuan tersebut banyak sekolah yang menyediakan fasilitas-fasilitas demi suksesnya kegiatan belajar mengajar. Akan tetapi, sekolah yang memiliki fasilitas yang memadai, biaya sekolahnya sangatlah mahal. Apakah semua anak di Indonesia ini mampu untuk menggunakan fasilitas yang memadai, padahal banyak anak Indonesia yang tergolong kurang mampu? Sebenarnya anak-anak di Indonesia dapat merasakan beberapa fasilitas tersebut, jika sekolah-sekolah tersebut meringankan biaya sekolah apalagi dengan biaya gratis.
Selanjutnya, dalam UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. (http://www.depkeu.go.id). Oleh sebab itu,  banyak sekolah yang mulai merangkak demi tercapainya status maupun fasilitas yang memadai dari sekolah tersebut, selanjutnya tidak lupa juga dengan adanya APBS (Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah).
Berbicara tentang anggaran sekolah memang masih menjadi pertanyaan besar. Apakah orang tua murid mengetahui kemana saja ‘larinya’ biaya sekolah yang wali murid berikan? Dengan adanya pertanyaan seperti itu, maka sekolah-sekolah perlu memberikan transparansi biaya sekolah, agar orang tua siswa mengetahui berapa kekurangan biaya yang dibutuhkan dan biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan bagi sekolah tersebut. Selain itu, transparansi anggaran sekolah tersebut tidak hanya orang tua saja yang mengetahuinya melainkan siswa pun juga harus mengetahuinya, yaitu dengan cara disampaikan melalui pengumuman yang ada di sekolah tersebut maupun event-event tertentu. Misalnya pada penerimaan siswa baru (PSB), perlu adanya rincian biaya anggaran sekolah pada tahun tersebut.
Akan tetapi, pada realitanya banyak sekolah yang belum melakukan transparansi biaya sekolah. Akibatnya orang tua murid tidak mempunyai posisi tawar-menawar soal pembiayaan pendidikan. Anggaran biaya sekolah ditetapkan oleh pihak sekolah dan komite sekolah, dengan tujuan peningkatan kualitas pendidikan. Biaya tersebut dipungut beberapa bulan setelah masuk sekolah, sehingga orang tua tidak dapat mengelak karena tidak mungkin mengeluarkan anaknya untuk pindah sekolah. Ditambah lagi dengan adanya pungutan uang yang digunakan untuk pembiayaan ulangan, pendaftaran ulang, dan pembiayaan untuk ujian akhir.
Dari beberapa pernyataan diatas tentang realita anggaran pendidikan dalam APBN sebesar sekurang-kurangnya 20% sampai saat ini belum terealisasi dengan maksimal. Walaupun sudah ditetapkan bahwa anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% masih saja anggaran pendidikan di dalam APBN mendapatkan porsi yang sangat kecil. Dengan demikian, perlu peningkatan anggaran pendidikan, untuk mencapai gerbang kemajuan dan kemakmuran di bidang pendidikan, karena jika anggaran pendidikan dari tahun ke tahun semakin kecil maka akan sulit untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini. Selain itu, transparansi biaya sekolah juga sangat penting karena dengan adanya keterbukaan dapat menjalin komunikasi antara orang tua murid dengan pihak sekolah yang menghasilkan kemajuan pendidikan dan efisiensi dalam perencanaan anggaran sekolah.
Pengalokasian anggaran pendidikan meliputi alokasi yang melalui belanja pemerintah pusat dan melalui transfer ke daerah. Untuk yang melalui belanja pemerintah pusat dialokasikan kepada Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan dua belas Kementerian Negara/Lembaga lainnya (Departemen PU, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Perpustakaan Nasional, Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen ESDM, Departemen Perhubungan, Departemen Kesehatan, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan Pertanahan Nasional, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Bagian Anggaran 69). Sementara untuk yang melalui anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah adalah DBH Pendidikan, DAK Pendidikan, DAU Pendidikan, Dana Tambahan DAU, dan Dana Otonomi Khusus Pendidikan. (http://www.depkeu.go.id).
Akan tetapi dengan memberikan dana sesuai anggaran tersebut tidak selamanya akan terus terpenuhi, apalagi untuk daerah-daerah terpencil. Bisa saja semakin hari akan semakin berkurang dana yang diberikan. Misalnya saja di daerah Nusa Tenggara Timur yang alokasi pendidikan dalam APBD 2009 direncanakan hanya 6% atau sekitar Rp 47,3 miliar. Apakah dana Rp 47,3 miliar tersebut cukup untuk memfasilitasi sekolah dan untuk biaya sekolah gratis di daerah-daerah terpencil? Jawabannya tentu tidak, karena dana sebesar 20% atau Rp 1.122,2 trilyun saja masih kurang apalagi dengan dana 6%, tentu sangat kurang.
Dari anggaran pendidikan yang ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi dan Pemerintah, sebaiknya sebagian anggaran tersebut dikucurkan untuk memfasilitasi infrastruktur pendidikan yang ada, karena infrastruktur pendidikan yang ada saat ini masih kurang memadai. Misalnya saja banyak gedung sekolah yang rusak (ruangan kelas yang bocor pada saat musim penghujan tiba), alat-alat pembelajaran (papan tulis, meja, kursi) banyak yang kurang lengkap, dan kurangnya alat-alat penunjang pembelajaran (alat-alat praktikum). Oleh sebab itu, pemerintah harus memberi perhatian lebih untuk bidang pendidikan yaitu dengan cara menambah tenaga guru, bukan hanya guru yang sering disebut dengan pahlawan tanpa tanda jasa melainkan guru yang memiliki sifat profesional, sehingga dapat memajukan pendidikan yang akan datang.
Selain itu dengan memberikan beasiswa kepada anak-anak yang memiliki prestasi dari kalangan keluarga kurang mampu, karena potensi dari anak dari keluarga yang kurang mampu biasanya tidak akan digali semaksimal mungkin karena keterbatasan biaya, sehingga dalam hal ini biaya seharusnya diberikan dengan maksimal agar potensi yang dimiliki dapat dicapai dengan maksimal pula. Cara yang terakhir adalah memberikan biaya gratis, sesuai dengan yang dilaksanakan pada tahun-tahun ini, apalagi bagi anak-anak sekolah di daerah terpencil, karena anak-anak sekolah adalah generasi penerus bangsa Indonesia, sehingga nyawa bangsa ini adalah nyawa mereka dan ditangan mereka juga.
Referensi :
  1. Ref: Republika Online, 29 Okt 2004
  2. Ref: Kompas, 5 Des 2004

2 komentar:

  1. mantab... tapi panjaaang...

    eh mi, ini gak bisa komentar anonim ya?

    BalasHapus
  2. waduh gka tau je, aku dlu bisa i... di blog mu bi.. hhee :*

    BalasHapus